aaron-pm

Pertanyaan-pertanyaan Filsafat Manusia

Apa perbedaan antara filsafat manusia dibandingkan ilmu-ilmu kemanusiaan lainnya seperti antropologi dan psikologi? Apa ciri khas filsafat manusia dalam hal ini?

Ilmu antropologi dan psikologi:

  • Berupaya menemukan hukum-hukum tindakan manusia yang empiris saja.

  • Mempelajari satu segi saja dari sifat dan tindakan manusia: biologisnya, fisiknya, atau psikologisnya.

  • Kesimpulannya dalam bahasa matematika (statistik) karena hanya mencakup apa yang dapat diukur dan dihitung.

Berbeda dengan filsafat manusia yang:

  • Bertanya mengenai apa yang menjadi ciri khas dan mendasar manusia, apa yang memberinya sifat kesatuan dan apa yang menjadi tindakan khasnya.

  • Maka, filsafat manusia bersifat lebih fundamental dan lebih ontologis (ontologi: the study of beings—pengada), dan oleh karena itu juga, ia lebih luas dan lebih mempersatukan.

Yang khas dari filsafat manusia bisa dilihat dari objek formal atau bahan penyelidikannya yang bersifat:

  • Material dan juga immaterial, dan merupakan unsur pembentuk manusia yang diakui secara mutlak.

  • Tidak berasal dari persepsi inderawi, melainkan kesimpulan dari penangkapan intelektual (prinsip ada—the principle of being: hal yang membuat manusia memiliki sifat keberadaan yang khas).

Dikatakan bahwa pengada hidup memiliki ‘kesatuan substansial’. Apa maksudnya? Jelaskan 6 (enam) ciri kesatuan substansial ini! [DM-INKS-Complex]

Memiliki kesatuan substansial berarti pengada hidup secara fundamental tinggal identik dengan dirinya, dari lahir, bertumbuh, sampai akhirnya mati. Juga karena kesatuan substansial itu, apa yang bersifat prinsip, apa yang merupakan hasil kegiatan autoperfektif, dan apa yang menggerakkan dan yang digerakkan, tetap merupakan realitas yang sama.
Enam ciri kesatuan substansial:

  1. Dinamis-Menstrukturkan: menjadi sumber pertama dari kegiatan-kegiatan yang beraneka ragam dan terkoordinasi pada setiap pengada hidup (sebuah energi primordial). Kesatuan substansial inilah yang memberikan struktur yang memungkinkan adanya pengada hidup yang kompleks seperti manusia.

  2. Interior: kesatuan substansial berada di dalam pengada hidup. Dari kesatuan inilah pengada hidup mengembangkan dirinya, dan darinya memancar semua kegiatannya. Ke dalam kesatuan ini pulalah semua kegiatan ini cenderung kembali.

  3. Natural: kesatuan substansial ini sudah dimiliki dan menstrukturkan pengada hidup sejak awal hidupnya, dan bukan hasil penggabungan atau artifisial (buatan). Dengan demikian, kesatuan ini juga selalu ada pada setiap tahap perkembangan dan aspek kegiatan pengada hidup.

  4. Memiliki Kesadaran: kesatuan substansial membuat pengada hidup hadir pada dirinya sendiri. Dengan kesadaran, dimungkinkan adanya usaha penyempurnaan diri dan realisasi diri sendiri.

  5. Subjektif: kesatuan substansial ini selalu terkait dengan subjek. Artinya, kesatuan substansial ini dialami oleh pengada hidup sebagai subjek atau ‘aku’, dan tidak dapat direduksikan sebagai objek atau alat saja.

  6. Kompleks: kesatuan substansial terdiri atas berbagai bagian yang terorganisir dan bergantung satu sama lain. Bagian-bagian tersebut memiliki konfigurasi yang khas sehingga dapat memenuhi suatu fungsi tertentu. Makin tinggi kompleksitas dan jumlah fungsi biologis dalam sebuah pengada hidup, makin tinggi pula kesatuan substansialnya. Yang paling kompleks di antara semua pengada hidup adalah manusia.

Sebut dan jelaskan kekhasan tubuh manusia jika dibandingkan dengan tubuh hewan! [PT-KOSO]

  1. Postur Tegak: tubuh manusia memiliki struktur yang tegak, yang memungkinkannya untuk melihat benda-benda dari atas dan memperluas jangkauan pandangnya. Ini memudahkan peningkatan aktivitas roh, yaitu interaksi antar-manusia. Posisi tegak ini juga membuat wajah manusia dibebaskan dari segala fungsi penyerangan, pertahanan, atau sebagai alat. Sekarang, wajah dan semua bagiannya disiapkan untuk fungsi bahasa, mimik, dan ekspresi.

  2. Tangan: tangan manusia merupakan bagian tubuh yang istimewa karena ia tidak memiliki spesialisasi fungsi. Karena postur tegaknya, tangan manusia terbebas dari fungsi berjalan. Dengan demikian, fungsi tangan pada manusia bisa berubah-ubah dan beradaptasi dengan berbagai kondisi, seperti mengukur, mengambil, membentuk, sampai mengisyaratkan bahasa. Dengan begitu, tangan juga merupakan simbol serta instrumen inteligensi manusia.

  3. Ketidakspesialisasian Organik: struktur tubuh manusia tidak terspesialisasi untuk tugas tertentu saja. Tubuh manusia bisa beradaptasi ketika berhadapan dengan situasi tertentu, misalnya tubuh manusia dapat berlari jauh (marathon), memanjat pohon dengan menggunakan tali, sampai berenang dan menyelam ke dalam air.

  4. Sistem Saraf dan Otak yang Kompleks: jaringan saraf dan otak yang sangat kompleks memberikan struktur internal yang memungkinkan manusia memiliki kesadaran yang lebih tinggi dari binatang. Otak manusia juga tersusun secara asimetris, bagian kanan dan kiri memiliki fungsi masing-masing.

Apa yang diandaikan dalam pengetahuan, baik dari sisi subjek maupun objek? Jelaskan! [KMI-B]

Yang diandaikan dari subjek:

  1. Keterbukaan: subjek diandaikan memiliki kemampuan untuk menyadari eksistensi dan kodrat realitas di sekitarnya.

  2. Kemampuan Menyambut: subjek diandaikan mampu untuk dapat dipengaruhi objek dalam bentuk munculnya gambaran, ingatan, atau ide di dalam subjek.

  3. Interioritas: yaitu adanya ruang pada subjek untuk sesuatu yang lain dari dirinya. Semakin ia mempunyai interioritas, semakin banyak ia bisa mengetahui. Keterbukaan, kemampuan menyambut, dan interioritas di atas mengandaikan adanya dimensi immaterial dari subjek. Semakin besar dimensi immaterial ini, semakin besar pula jumlah pengetahuan yang subjek dapat ketahui.

Yang diandaikan dari objek:

  • Bentuk–Eidos: untuk bisa diketahui, suatu objek harus mempunyai bentuk yang memungkinkan ia memberi kesan atau mempengaruhi subjek, dan akhirnya bisa ditangkap oleh subjek. Eidos suatu benda dapat menunjukkan pada subjek apa orientasi, tujuan, dan hakikat sekaligus tujuan tertentu dari objek tersebut.

Apa perbedaan antara pancaindra dan inteligensi manusia dalam hal pencapaian pengetahuan? [OMT]

Sifat khas pancaindra adalah mencapai langsung kualitas luar dari objek konkret yang ada di hadapannya. Maka, dengan pancaindra kita hanya bisa mengetahui secara inderawi suatu benda (bentuk, suhu, bau, rasa, dan bunyinya), tanpa mengetahui kodrat atau eidosnya.

Eidos suatu benda baru dapat diketahui melalui intelegensi. Inteligensi menangkap, menyimpan, mempertimbangkan, dan menyatakan eidos objek melalui konsep atau ide. Dengan begitu, pengetahuan yang dihasilkan inteligensi bersifat:

  • Objektif: melihat realitas apa adanya.

  • Mendalam: menangkap apa yang hakiki, fundamental, dan universal, sekaligus apa yang bersifat individu dan partikular.

  • Terartikulasi: pengetahuan yang dihasilkan saling berkaitan dengan pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya ada.

Jadi, pencapaian pengetahuan intelegensi lebih mendasar atau fundamental daripada pengetahuan yang dicapai oleh pancaindra. Tetapi, bukan berarti dalam pencapaian pengetahuan pancaindra dan inteligensi bekerja secara terpisah. Saat pancaindra mengenali sesuatu, saat itu inteligensi juga bekerja.

Inteligensi manusia dikatakan bersifat objektif dan mendalam. Apa maksudnya?

Pada anak-anak, inteligensi bersifat egosentris, yaitu mengarahkan segala sesuatu pada dirinya dan menafsirkan segala sesuatu dalam hubungan dengan dirinya sendiri. Namun, inteligensi manusia dewasa dikatakan bersifat objektif artinya ia melihat sesuatu sebagaimana adanya, dan lebih daripada bagaimana hal-hal itu tampak padanya menurut selera dan kebutuhan-kebutuhannya, tidak seperti yang ada pada anak-anak tadi.

Inteligensi manusia juga dikatakan mendalam karena ia mampu menangkap apa yang fundamental dan hakiki dari suatu peristiwa, gejala, kegiatan, atau pengada tertentu. Realitas dilihat tidak hanya dari apa yang diterima oleh pancaindra, melainkan apa yang sungguh-sungguh menjadi inti masalah, struktur fundamental serta ciri khas dan spesifiknya. Dengan demikian, inteligensi juga dapat menemukan ciri khas dan eksklusif pada setiap individu, termasuk dirinya sendiri.

Apa perbedaan antara persepsi, aprehensi, dan insight? Jelaskan!

  • Persepsi: pengetahuan spontan pra-sadar dan pra-pribadi tentang dunia di sekitar kita. Persepsi merupakan dasar segala kegiatan kita yang sadar dan dipikirkan. Misalkan kita sedang duduk, dan tidak sedang memikirkan sesuatu yang tertentu—sedang melamun. Pancaindra kita, secara spontan, tetap menangkap pengetahuan-pengetahuan dari luar diri kita. Orang yang berjalan itu kelihatan dari jendela rumah kita misalnya. Inilah persepsi kita, kegiatan kognitif yang bersifat pasif.

  • Aprehensi: kegiatan inteligensi yang membuat kita menjadi lebih sadar tentang apa yang terjadi di sekitar dan di dalam diri kita. Misalnya terlihat orang-orang mulai berlari, beberapa membuka payung dan mencari tempat berteduh. Aku merasa hembusan angin yang dingin dan lembab masuk dari jendela. Kegiatan menyadari dan mencatat situasi-situasi yang terjadi di sekitar kita inilah yang disebut aprehensi, kegiatan yang dibangun di atas persepsi. Belum menyelidiki, tetapi sudah keluar dari keadaan melamun yang tidak tentu.

  • Insight: pengetahuan secara tiba-tiba atas sebuah realitas, dengan membuat hubungan dengan kategori dan prinsip-prinsip yang sudah lebih dulu dikenalnya. Misalnya, ketika aku melihat orang yang membuka payung, karena saya sudah memiliki pengetahuan tentang adanya hubungan di antara hujan dan payung, saya bisa langsung mengambil kesimpulan bahwa terjadi hujan. Dengan begitu, Insight juga mengandaikan kemampuan inteligensi untuk melakukan abstraksi, yaitu menerangi data sedemikian rupa sehingga menonjolkan dan membuat jelas ciri-ciri pokoknya.

Insight bukanlah keseluruhan kegiatan intelektual. Apa yang dipahami dalam insight harus dibuktikan dan diteliti terlebih dahulu melalui penalaran atau refleksi sebelum ditegaskan secara sah dalam putusan (judgement).

Sebut dan jelaskan 6 (enam) perbedaan antara bahasa hewan dan bahasa manusia! [PSP-APPS]

Pembeda Hewan Manusia
Prosesnya Didapat sejak lahir. Tidak perlu dipelajari atau diajari,sudah bisa Harus dipelajari. Jika tidak diajari bahasa oleh orang tua, tidak akan pernah mengerti
Signifikansi Ketika mulai bisa berbahasa/berkomunikasi, tidak ada perubahan signifikan Bahasa menjadi titik tolak munculnya keingintahuan dan kreativitas yang luar biasa
Perkembangan Tidak berkembang, turun-temurun sama saja Berkembang, kosakata baru dan bisa belajar bahasa lain
Alih Bahasa Tidak bisa diterjemahkan ke bahasa binatang lainnya Bisa diterjemahkan ke semua bahasa lain
Pengarsipan atau Penyimpanan Tidak menyimpan dalam bentuk apapun Menyimpan dalam tulisan, dan menjadi media untuk mencurahkan perasaannya
Spontanitas Merupakan ungkapan perasaan afektif yang tidak dapat ditahan (spontan) Bisa menahan untuk tidak berteriak. Di antara keadaan afektif dan ucapannya, manusia berpikir sejenak dan mempertimbangkan terlebih dahulu

Apa saja unsur-unsur kodrat manusia yang dapat disimpulkan melalui fenomena bahasa? Sebut dan jelaskan (6 unsur)! [KIHA-SnB-BB]

  1. Kesatuan Substansial: Dengan mengisyaratkan dan berbicara—singkatnya: berbahasa, manusia melakukan kegiatan yang bersifat banyak. Maka, waktu ia melakukan perbuatan-perbuatan itu, haruslah ia tetap tinggal satu (identik) dengan dirinya secara substansial.

  2. Interioritas: Berkat bahasa, seseorang hadir dalam dunia. Namun, bukan berarti bahwa kegiatan berbahasa hanyalah eksteriorisasi belaka. Apa yang dikatakannya tentang dunia telah lebih dulu dipikirkan dan terkandung dalam dirinya sendiri. Kenyataan bahwa seseorang selalu meninjau kembali apa yang telah dikatakannya menunjukkan bahwa yang mendasari dan menjadi prinsip ucapan adalah pikiran kita.

  3. Pengada Hidup: Berkat bahasa, terlihat adanya kemampuan untuk menerima dan untuk bersifat kreatif, dan dengan demikian menunjukkan bahwa ia adalah sesuatu yang hidup. Berbicara berarti manusia menempatkan diri, menyesuaikan diri, dan berpartisipasi ke dalam suatu dunia sebagai sesuatu yang hidup.

  4. Afektivitas: Dalam berbahasa, manusia selalu mengemukakan apa yang telah ia ketahui tentang dunia. Manusia mempunyai afektivitas karena setiap orang hampir hanya membicarakan apa yang menarik baginya. Manusia juga hanya berbicara pada orang yang setidak-tidaknya membuat dirinya merasa senang.

  5. Terdiri dari Badan dan Roh (Spirit and Body): Manusia merupakan sebuah badan yang hidup, yang memungkinkan untuk bersignifikansi, mengeluarkan suara dan memberikan isyarat. Badan manusia tersebut dijiwai suatu roh yang bisa memberikan makna pada suara dan isyarat-isyarat tadi.

  6. Berpikir dan Bebas: Berbicara dan mengisyaratkan berarti mengemukakan hal-hal dengan objektif, dan bukan hanya dari segi keinginan dan rasa subjektif. Dengan mengungkapkan realitas secara apa adanya (objektif) dan tanpa prasangka (tidak subjektif), manusia bisa membuat diri sederajat dengan realitas sebagai pengada hidup yang berpikir dan bebas.

Sebut dan jelaskan 2 (du- kemiripan antara tindakan afektif dan tindakan mengenal, serta 5 (lim- perbedaan di antara keduanya! [ImIn-PED-ReaPer]

Dua Kemiripan:

  1. Sama-sama perbuatan imanen. Tindakan afektif dan mengenal sama-sama berasal dari diri sendiri, subjek menjadi pangkal pokok sekaligus pihak yang menerima.

  2. Sama-sama perbuatan intensional. Artinya, sama-sama membuat subjek terbuka, terarah, dan terhubung dengan subjek lain di dunia, dan juga membuatnya berada di dunia.

Lima Perbedaan:

  1. Tindakan afektif lebih pasif daripada tindakan mengenal. Dalam tindakan afektif, subjek tidak perlu berbuat apa-apa. Subjek dipengaruhi objek sehingga merasa tertarik.

  2. Tindakan afektif lebih ekstatis. Artinya, membawa subjek keluar dari dalam dirinya.

  3. Tindakan afektif lebih dinamis. Artinya, tindakan afektif mendorong munculnya tindakan dari subjek, sebagai reaksi terhadap objek.

  4. Tindakan afektif lebih realistis karena mengarah langsung dan ‘menyentuh’ pada apa yang nyata dan konkret dalam realitas. Sementara mengenal hanya sejauh pada ide-ide.

  5. Tindakan afektif lebih partisipatif. Artinya, ia membuat subjek ‘menyatu’ atau ‘berpartisipasi’ dengan lebih mengenal objek secara intensif.

Apa hakikat dan prinsip evolusi? Apa pula signifikansi atau makna evolusi bagi manusia? Jelaskan!

Hakikat Evolusi: alam semesta itu berada dalam proses menjadi (becoming) atau berubah menuju suatu kondisi yang lebih sempurna. Menurut Teilhard de Chardin, proses ini terbagi menjadi tiga tahap:

  1. Terbentuknya bumi atau materi (geosfer),

  2. Munculnya kehidupan (biosfer) atau vitalisasi materi, dan

  3. Munculnya kesadaran dan budi (noosfer) atau homonisasi kehidupan.

Dua prinsip evolusi menurut Teilhard de Chardin:

  1. Peningkatan Kompleksitas: ini tampak dalam perkembangan organisasi internal dalam suatu organisme sehingga strukturnya makin canggih. Dari amoeba, sampai akhirnya mamalia.

  2. Peningkatan Kesadaran: perkembangan sistem syaraf pengada hidup yang semakin rumit memungkinkan meningkatnya kesadaran. Puncaknya adalah kesadaran reflektif manusia.

Signifikansi Evolusi:

Dari uraian di atas, terlihat bahwa proses panjang evolusi mengarah pada manusia, dan menempatkan manusia sebagai puncak evolusi. Ini yang menyebabkan dalam proses evolusi, manusia memiliki posisi yang khusus. Dimensi kesadaran yang ada pada manusia, memberikannya suatu tanggung jawab, yaitu untuk menentukan tahap evolusi selanjutnya. Masa depan evolusi merupakan interaksi antara hukum alam dan kebebasan manusia.

Bagaimana hubungan antara kehendak dan kebaikan? Bagaimana pula kehendak memperlihatkan keasliannya? Jelaskan!

Kebaikan merupakan objek atau tujuan dari kehendak. Kehendak selalu mengarahkan diri pada kebaikan karena kebaikanlah yang dikehendaki oleh manusia secara mutlak. Namun, yang dapat menilai sesuatu itu baik atau buruk bukanlah kehendak, melainkan inteligensi. Setelah inteligensi menilai sesuatu itu baik atau buruk, kehendak akan memilih yang baik. Ini memungkinkan kehendak manusia bisa menyimpang ke kebaikan-kebaikan lain yang subjektif dan tidak baik dari dirinya sendiri. Itulah kenapa kehendak manusia harus selalu diterangi oleh pengenalan intelektual tentang kebaikan-kebaikan yang mutlak.

Keaslian kehendak memperlihatkan keasliannya dalam:

  • Penguasaan Diri (self-control): yaitu tindakan tindakan yang dilakukan tanpa ada ancaman. Keaslian kehendak paling terlihat ketika seseorang menghendaki (karena motif-motif rasional) sesuatu yang bertentangan dengan perasaan inderawi kita. Misalnya, seseorang rela lapar demi menurunkan berat badan. Tindakan itu dilakukan dengan penguasaan diri, dan memperlihatkan kehendak akan kebaikan yang lebih tinggi.

  • Perhatian sengaja: yaitu kemampuan untuk memusatkan indera dan kesadaran kita pada suatu objek tertentu. Kita memusatkan diri pada objek tertentu karena kita menghendakinya. Kita menghendakinya karena inteligensi mengatakan kepada kita bahwa tindakan memusatkan diri itu adalah sesuatu yang baik untuk dilakukan (fokus pada dosen, misalnya).

Sebut dan jelaskan tiga (3. argumen yang memperlihatkan adanya kebebasan!

  1. Argumen Kesepakatan Umum: Kebanyakan orang berkeyakinan bahwa manusia memiliki kebebasan. Keyakinan ini penting karena memengaruhi seseorang melalui pengharapan, sikap, tindakan, dan rasa tanggung jawabnya. Oleh karena itu, jika ternyata selama ini kehidupan manusia di dunia koheren dan konsisten, keyakinan sebagian besar umat manusia ini tidak boleh dan tidak mungkin keliru. Jadi, ada kebebasan pada diri manusia.

Argumen ini lemah, karena keyakinan mayoritas tidak menjamin kebenaran. Tetapi, ada alasan kenapa argumen ini harus dipertahankan. Saat teori geosentris akhirnya digantikan dengan heliosentris, misalnya, terjadi pergeseran fundamental yang mengakibatkan kekacauan dalam ajaran Gereja dan masyarakat. Sama seperti itu, jika manusia ternyata tidak bebas, akan terjadi perubahan fundamental yang akhirnya melenyapkan nilai-nilai tanggung jawab dalam kehidupan manusia.

  1. Argumen Psikologis: dari argumen sebelumnya, bisa dilihat bahwa sebagian besar manusia secara spontan mengakui kebebasan. Tetapi, dari manakah datangnya keyakinan itu? Keyakinan itu berasal dari pengalaman sehari-hari, yang dapat disadari secara langsung maupun tidak langsung.
  • Secara Langsung: kebebasan disadari secara langsung ketika kita secara sadar (hasil penilaian intelektual dan pertimbangan moral) memilih untuk lebih baik melakukan perbuatan A daripada B. Dalam membuat keputusan itu, seseorang memang dipengaruhi beberapa faktor seperti pendidikan, pendapat umum, ‘godaan’, dll. Tetapi, faktor-faktor itu tidak bisa memaksa seseorang untuk lebih baik mengambil keputusan yang ini daripada lainnya. Keputusan itu muncul dari ‘aku’ yang dalam, dan dari dasar kepribadian saya. Jadi, saat saya mengambil suatu keputusan, terutama yang berkaitan dengan moral, saya sadar bahwa keputusan itu bebas.

  • Secara Tidak Langsung: ada kegiatan sehari-hari, yang tidak bisa dijelaskan jika kita tidak bebas, misalnya: berunding, mempertimbangkan pro-kontra, penyesalan, mengagumi, memuji, dan menghadiahi perbuatan baik atau heroik. Jika manusia tidak bebas, berarti tidak ada alasannya semua kegiatan itu terjadi. Jika Bunda Teresa tidak bebas saat melayani orang miskin, maka tidak ada alasan untuk mengaguminya. Jika Hitler tidak bebas saat melakukan genosida, maka tidak ada alasan untuk mengutuk atau membencinya. Perbuatannya hanya akan menjadi sebuah bencana alam saja. Jadi, kebebasan manusia harus ada.

  1. Argumen Etis: Seandainya tidak ada kebebasan, tidak akan ada juga tanggung jawab moral. Hukum mengandaikan adanya kebebasan dari pelaku kejahatan. Tanggung jawab ada karena seseorang dapat bebas memilih untuk berbuat baik atau jahat. Jika manusia dinyatakan tidak bebas, semua bentuk pelanggaran hukum tidak akan ada sanksinya. Hal ini melanggar prinsip moral dari jiwa manusia, yaitu: “Harus berbuat baik dan menghindari yang buruk.” Ungkapan asasi dari suara hati itu, merupakan dasar dari kewajiban moral, yang kemudian memiliki dasar kebebasan untuk memilih. Adanya keharusan-keharusan tertentu yang dalam kehidupan sosial manusia, membuktikan bahwa manusia itu bebas.

Secara umum, apa itu determinisme? Jelaskan salah satu contohnya, dan tunjukkan mengapa paham ini sering dikatakan tidak koheren!

Determinisme adalah paham bahwa manusia tidak memiliki kebebasan dalam menentukan sikap dan tindakannya. Menurut paham ini, tindakan manusia selalu sudah ditentukan (determined) oleh hal-hal yang berada di luar kendalinya. Hal tersebut bisa dari faktor internal (genetik) maupun eksternal (lingkungan).

Contoh paham determinisme:

  • Determinisme Fisik. Paham ini mendasarkan diri pada hukum-hukum alam yang bersifat menguasai semua hal, tanpa pengecualian, dan berbentuk suatu rangkaian sebab-akibat. Manusia, yang merupakan bagian dari alam, juga tunduk pada hukum-hukum ini. Maka, semua tindakan dan keputusan manusia selalu dideterminasikan oleh faktor-faktor fisik yang mendahuluinya, dan hanya merupakan bagian dari rangkaian sebab-akibat dalam kosmos.

Masalah dari argumen tersebut terletak pada asumsinya bahwa kebebasan manusia otomatis menimbulkan pelanggaran terhadap hukum-hukum alam dan kausalitas. Asumsi itu sama sekali tidak benar. Kebebasan bukan berarti bahwa manusia bisa merusak rantai kausalitas, sehingga suatu sebab menghasilkan akibat yang berada di luar hukum alamnya.

Kebebasan itu terjadi pada tingkat alasan atau motif-motif subjek, dan bukan pada tingkat sebab-akibat fisik. Suatu sebab akan menghasilkan akibat yang sudah ditentukan hukum alam, tetapi manusia mampu mengorganisir sebab-sebab itu supaya bisa menghasilkan akibat-akibat yang ia inginkan. Manusia mengorganisir sebab-sebab itu secara bebas, sesuai dengan motif atau tujuan yang mau dicapainya.

Secara umum, determinisme disebut tidak koheren karena ia bersifat mematikan dirinya sendiri (self-destroying). Jika paham determinisme itu dianggap benar, artinya para penganut determinisme sendiri menyampaikan gagasan determinismenya hanya karena faktor-faktor di luar kendalinya (hanya bagian dari rangkaian kausalitas). Dengan begitu, determinisme menjadi gagasan yang tidak objektif, dan bukan argumen yang otentik hasil pemikiran rasional. Maka, paham determinisme tidak perlu diterima sebagai kebenaran objektif. Inilah yang membuat determinisme kehilangan kredibilitasnya.

Sebut dan jelaskan tiga (3. segi historisitas manusia yang memungkinkan manusia menjadi pengada yang menyejarah!

Tiga segi historisitas manusia:

  1. Manusia merupakan roh yang terjelma, dan bukan materi murni ataupun roh murni. Kemungkinan-kemungkinan rohani manusia memerlukan materi untuk bisa diekspresikan dalam dunia. Dengan mengekspresikan kemampuan rohaninya, manusia keluar dari dirinya sendiri, dan mengungkapkan diri dalam suatu karya atau perbuatan. Karya manusia di dunialah yang memungkinkan intersubjektivitas, karena melalui karya-karya tersebut, dirinya bisa berhubungan dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

  2. Intersubjektivitas: subjektivitas manusia bukanlah interioritas yang tertutup ke dalam dirinya sendiri, tetapi memanifestasikan diri keluar, menunjukkan dan mengungkapkan diri kepada orang lain lewat wajah, pandangan, tutur kata, dan perbuatan. Lewat penampakan keluar itu, orang lain mendapat tiga makna: sebagai saingan, penolong, dan juga tujuan moralku.

  3. Keterikatan pada waktu: manusia berada dalam keterkaitan dengan waktu, karena manusia mendapati dirinya sekaligus berada dalam dunia yang telah dimanusiakan oleh pendahulunya, dan dunia yang harus dimanusiakan lebih lanjut. Manusia hadir dan melaksanakan tugasnya di dunia, dengan menerima masa lalu dan bertanggung jawab terhadap masa depan.

Apa perbedaan paham mengenai transendensi antara Nietzsche, Jean-Paul Sartre, dan Karl Marx? Jelaskan!

Friedrich Nietzsche

Kemanusiaan merupakan transisi antara hewan dan manusia super (ubermensch). Dengan begitu, manusia merupakan realitas yang sementara dan harus diatasi. Daya dorong manusia yang utama adalah kehendak untuk berkuasa (will to power). Semua manusia menginginkan kebahagiaan, dan kebahagiaan dirasakan ketika kekuasaan bertumbuh. Tujuan dari kekuasaan adalah untuk mengatasi diri (transendensi) dan mengatasi semua hambatan. Hambatan tersebut meliputi hambatan kognitif, yaitu gagasan-gagasan yang mengatur hidup kita, dan hambatan fisik, yaitu nafsu-nafsu. Semua itu harus diatasi oleh manusia dan menuju ke apa yang disebut Nietzsche: ubermensch.

Jean-Paul Sartre

Daya dorong manusia yang utama adalah keinginan untuk menjadi ada (to be). Manusia yang berada di dunia sebagai being-for-itself , yaitu ada yang belum sempurna, tidak akan pernah mencapai being-in-itself atau ada yang sempurna dan tidak perlu berkembang lagi. Jadi, dalam ketidaksampaian itu, manusia tidak pernah bisa sepenuhnya bahagia, dan transendensi manusia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat frustrasi.

Karl Marx

Transendensi merupakan kegiatan penciptaan diri manusia. Daya dorong manusia yang utama adalah keinginan untuk menjadi dirinya sendiri. Dalam penciptaan diri ini, faktor yang paling berpengaruh adalah faktor ekonomi, di mana seseorang teralienasi dalam pekerjaannya. Alienasi ini mesti diatasi dan dilampaui, sehingga akhirnya manusia bisa merealisasikan dirinya.

Dari uraian pandangan masing-masing tokoh di atas, perbedaannya terletak dari asumsi tokoh tentang daya dorong utama manusia untuk mengatasi diri (transendensi). Bagi Nietzsche, daya dorong utama manusia adalah kehendak untuk berkuasa. Bagi Sartre, ialah keinginan untuk menjadi ada. Sementara itu, bagi Marx, daya dorong manusia merupakan keinginan untuk menjadi dirinya sendiri.

Apa itu makna hidup? Jelaskan selengkap-lengkapnya pandangan Viktor Frankl mengenai makna hidup ini, khususnya dalam kaitan dengan hakikat manusia!

Makna hidup adalah hal yang dipandang penting dan bernilai oleh seseorang, yang secara eksistensial merupakan alasan utamanya untuk hidup (atau menjalani hidup ini). Bagi Frankl, manusia tidak dapat hidup tanpa makna. Makna merupakan tujuan utama manusia untuk hidup (the will to meaning). Karena itu, manusia sepanjang hidupnya terus mencari makna hidup. Dari situ, bisa dilihat bahwa Frankl juga mengasumsikan bahwa makna hidup bisa ditemukan oleh manusia.

Tiga (3. sifat makna hidup:

  1. Subjektif: makna hidup setiap orang berbeda-beda, dan tidak harus baik secara moral.

  2. Tidak selalu disadari: dalam menjalani hidupnya, seseorang tidak selalu sadar akan makna hidupnya. Tetapi, kenyataan bahwa ia masih ingin hidup dan tidak memikirkan untuk bunuh diri, menandakan makna itu ada sebagai dasar motivasi hidup yang harus dicari.

  3. Dapat berubah dan hilang: dalam hidupnya, makna hidup seseorang dapat berubah. Misalnya, memiliki impian baru setelah impian sebelumnya tidak bisa dicapai. Makna hidup juga bisa menghilang, misalnya ketika istrinya, yang selama ini menjadi makna hidupnya, meninggal.

Jika makna hidup ternyata subjektif, tidak selalu disadari, dapat berubah-ubah, dan bahkan dapat hilang, lalu bagaimana sebenarnya seseorang bisa menemukan makna hidupnya? Menurut Frankl, seseorang bisa menemukan makna hidup lewat tiga (3. cara:

  1. Pekerjaan: dengan bekerja, seseorang yang kehilangan atau belum menyadari makna hidupnya dapat merasa dirinya masih berguna. Dengan mengalami sesuatu dan berjumpa dengan dunia, seseorang dapat menemukan makna hidupnya.

  2. Relasi: dengan berjumpa dengan orang lain, seseorang dapat keluar dari dirinya sendiri dan tidak tertutup atau depresi. Orang lain bisa menjadi sumber semangat, dan membantu dirinya untuk menemukan makna hidup.

  3. Mengambil sikap: dengan mengambil sikap, seseorang dapat mengatasi suatu penderitaan yang tidak dapat dihindari.

Dalam pencarian makna hidup, pendidikan merupakan faktor yang penting. Dengan pendidikan, kita diharapkan untuk dapat mencari makna hidup yang lebih bernilai, makna hidup yang tidak hanya memperhitungkan diri sendiri.

Jelaskan dan bandingkan pandangan mengenai relasi antarmanusia menurut Martin Buber, Emmanuel Levinas, Martin Heidegger, Jean-Paul Sartre, dan Gabriel Marcel!

Martin Buber

Menurut Buber, ada dua macam relasi antarmanusia, yaitu Aku-Engkau dan Aku-Itu. Dalam relasi Aku-Itu, manusia menempatkan orang lain sebagai objek. Relasi macam ini bersifat fungsional, dan orang lain dianggap hanya sebagai alat atau sarana untuk tujuan tertentu. Dalam relasi Aku-Engkau, manusia menempatkan orang lain secara setara, sama-sama sebagai subjek yang bermartabat. Relasi macam ini bersifat dialogis, saya berbicara sekaligus mendengar pihak lain, dan ada timbal balik. Menurut Buber, relasi Aku-Engkau inilah yang ideal.

Relasi Aku-Engkau bersifat:

  • Langsung hadir: kedua subjek sepenuhnya hadir dalam suatu relasi. Pikirannya tidak melayang kemana-mana.

  • Tanpa prasangka: subjek yang satu tidak berprasangka dari awal mengenai subjek yang lainnya, tetapi menerima sebagaimana adanya ia sekarang.

  • Setara: kedua subjek berada pada tingkat yang sama, bukan relasi tuan-hamba, atau bos-karyawan.

  • Merupakan jalan menuju Allah: menurut Buber, relasi Aku-Engkau dapat menjadi jalan menuju Allah.

Walaupun kurang ideal, tetapi bukan berari relasi Aku-Itu harus dilawan dan dihindari. Relasi ini mungkin muncul dalam situasi yang memang bersifat fungsional. Seperti saat kita naik ojek online, misalnya, pertama-tama relasi antara pengemudi dengan penumpang merupakan relasi Aku-Itu. Saat pengemudi atau penumpang mulai menyapa atau menanyakan kabar, barulah relasi Aku-Engkau mungkin terjadi.

Emmanuel Levinas

Menurut Levinas, pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan besar untuk mementingkan egonya saat berelasi dengan orang lain. Maka, dalam berelasi, manusia harus berusaha untuk sungguh-sungguh mengutamakan orang lain (transendensi total). Dengan begitu, orang lain ditempatkan sebagai yang lebih tinggi. Hal ini terungkap dalam bentuk suatu tanggung jawab kepada orang lain itu. Jadi, relasi antarmanusia yang ideal menurut Levinas bersifat asimetris. Orang lain lebih penting daripada saya. Menurut Levinas, wajah orang lain itu selalu menuntut pertanggung jawaban dari aku. Wajah orang lain juga merupakan jejak dari Yang Tak Terbatas (the infinite).

Martin Heidegger

Dalam membicarakan relasi antarmanusia, Heidegger tidak mencari bagaimana relasi ‘yang ideal’, melainkan ia melihat dari sudut struktur yang ada pada manusia itu sendiri. Menurutnya, salah satu struktur eksistensial manusia sebagai dasein (Ada di San- adalah mit-sein (Ada-Dengan: berada dengan benda-benda atau orang dalam dunia), dan secara khusus manusia adalah Mit-Dasein, yaitu ada-dengan-orang-lain.

Dari struktur ini, tampak bahwa manusia memang tidak bisa hidup terpisah dari orang lain. Namun, struktur itu membuat manusia sering hilang dalam kerumunan orang lain (they). Hidup manusia menjadi tidak otentik karena cenderung mengikuti arus masyarakat.

Jean-Paul Sartre

Menurut Sartre, manusia pada hakikatnya adalah kesadaran dan bebas (berada pada tingkat ada being-for-itself). Kesadaran ini selalu berusaha menjadikan orang lain sebagai objeknya. Dalam relasi dengan orang lain, manusia berusaha menghindar dari situasi yang menjadikan saya objek dari kesadaran orang lain, karena itu akan mengurangi kebebasan saya. Itulah kenapa bagi Sartre, ‘orang lain adalah neraka’. Jadi, relasi antarmanusia menurut Sartre adalah relasi yang saling mengobjekkan.

Gabriel Marcel

Marcel berbicara tentang relasi antarmanusia seperti yang digambarkan Martin Buber, yaitu dialogis, namun bersifat lebih intim. Marcel melihat filsafat tradisional cenderung melihat dunia, orang lain, dan diri kita sendiri sebagai objek yang perlu dikenali, yang perlu diselidiki dan diketahui. Tetapi, menurut Marcel, seharusnya relasi dengan Ada (beings) seharusnya terungkap dalam partisipasi (menikmati kehadiran), bukan sekadar pengamatan. Partisipasi itu terungkap dalam bentuk ketersediaan diri (availability) bagi orang lain.

Relasi antar manusia seperti itu memiliki sifat:

  • Ketersediaan – siap hadir untuk orang lain.

  • Penerimaan – bersedia mendengarkan.

  • Keterlibatan – tidak hanya mengamati, tetapi ikut ambil bagian.

  • Kesetiaan – menganggap penting relasi dengan orang lain, sehingga mau berkomitmen.

  • Kreativitas – mengembangkan relasi yang sudah ada. Ini hanya terjadi jika sudah masuk dalam suatu relasi.

Sebut dan jelaskan dengan singkat argumen-argumen yang mendukung paham kekekalan jiwa berdasarkan (1. Etika; (2. Argumen filosofis dan teknis; (3. Tuntutan cinta kasih! Berikan juga penilaian Anda mengenai argumen-argumen ini!

  1. Argumen Etis: Dalam hidup, banyak ketidakadilan terjadi. Orang yang jahat tambah bahagia, tetapi orang yang baik malah menderita. Maka, ketidakadilan yang terjadi mesti ada sanksinya dalam suatu kehidupan, entah sekarang atau sesudahnya.

Penilaian: Argumen bukan argumen yang kuat, karena ia tidak menuntut adanya kekekalan jiwa. Argumen ini hanya menuntut adanya kehidupan lain yang mungkin akan berakhir apabila keadilan sudah dipulihkan.

  1. Argumen Filosofis dan Teknis: Kenyataan bahwa fungsi jiwa bukan hanya untuk menjiwai tubuh saja, tetapi ada juga fungsi spiritual lainnya, menunjukkan bahwa jiwa mengungguli materi (transendensi). Maka, jiwa tidak dapat musnah karena kehancuran materi atau tubuh.

Penilaian: Argumen ini terlalu teknis dan kering, sehingga tidak selalu dapat dimengerti dan meyakinkan orang awam.

  1. Argumen Cinta Kasih: Pada dasarnya, manusia mengharapkan orang lain itu tetap hidup. Harapan yang muncul dari pengalaman cinta kasih ini hanya bisa dijawab dengan adanya kekekalan jiwa. Seperti yang Gabriel Marcel katakan, “Mencintai seseorang berarti mengharapkan ia kekal.”

Penilaian: Argumen ini terlalu menekankan perasaan, dan argumentasi penarikan kesimpulan logisnya tidak kuat.

Jelaskan selengkap-lengkapnya pandangan mengenai kematian menurut Martin Heidegger, Jean-Paul Sartre, dan Albert Camus!

Martin Heidegger

Menurut Heidegger, kematian sudah tertanam dalam struktur ontologis eksistensi manusia. Karena itu, ia menyebut manusia sebagai Ada-menuju-kematian (sein-zum-tode).

Manusia merupakan satu-satunya pengada hidup yang sadar akan kematian yang akan datang. Pengada lainnya, termasuk hewan tidak sadar akan kematian. Karena itu, menurut Heidegger, kematian hanya dapat diterapkan pada manusia. Akhir hidup dari binatang adalah ‘kemusnahan’.

Kesadaran akan batas akhir, membuat kehidupan manusia bermakna.
Menurut Heidegger, manusia sering kali menghindar dari kematian dalam kesibukan sehari-harinya (bekerja, gosip, dll.) Tetapi, autentisitas hidup manusia justru terungkap dalam keberanian dan kesediaan untuk menghadapi kematian.

Jean-Paul Sartre

Menurut Sartre, manusia menemukan dirinya terkutuk untuk mati. Kematian datang dari luar dan mematahkan secara radikal eksistensi manusia yang terarah kepada dan dalam kebebasan (sebagai being-for-itself). Kematian meniadakan kemungkinanku. Dengan begitu, kematian mengosongkan hidup manusia dari segala makna. Inilah absurditas kehidupan manusia menurut Sartre.

Albert Camus

Menurut Camus, kematian yang ada di masa depan adalah fakta yang tak terelakkan. Manusia, dengan membuat berbagai rencana, hidup untuk masa depannya. Tetapi, masa depan yang dirindukan justru mendatangkan kematian. Hal ini membuat kehidupan menjadi suatu absurditas.

Berhadapan dengan absurditas tersebut, manusia bisa menjadi putus asa (ketiadaan pengharapan) atau menenggelamkan diri dalam anonimitas kehidupan modern (penolakan absurditas). Tetapi, Camus berusaha mencari jalan tengah.

Camus menolak ‘salto’ ke dalam agama, karena itu berarti melarikan diri dari kematian yang akan datang (tidak melibatkan diri). Camus juga menolak bunuh diri sebagai solusi. Karena itu merupakan solusi semu. Absurditas harus dihadapi, ketiadaan makna harus dikontemplasikan, dan dengan begitu kita menang terhadap absurditas.

Jalan tengah penghayatan absurditas menurut Camus adalah pemberontakan (revolt), yaitu “menantang dunia secara baru dalam setiap detik hidupnya.”

‘Manusia absurd’ itu mencapai kebebasan batin ketika ia meninggalkan ilusi yang selama ini mendasari hidupnya, yakni tujuan-tujuan hidup yang memperbudaknya, dan menerima bahwa ia tidak dapat menemukan makna di dunia ini.

Catatan Akhir

Tulisan ini ditulis dalam rangka persiapan ujian akhir mata kuliah Filsafat Manusia di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.

Materi pembahasan diambil dari buku:

Louis Leahy, Siapakah Manusia?, (Yogyakarta: Kanisius, 2001).